Long Way to Angkor Wat (part 4): Menuju Phnom Penh
Karena pesawat ke KL bertolak dari Phnom Penh, gue dkk pun kembali menuju Phnom Penh. Sama seperti perjalanan ke sini, perjalanan pulang pun harus ditempuh selama 6 jam dengan menggunakan bus. Karena kemaren bus Sinh Tourist agak mengecewakan, kami pun ingin mencari bus lain. Ketika nanya ke petugas hotel, dia ternyata menjual tiket bus AC dengan harga cuma $ 6 (lupa nama bus-nya). Tanpa pikir panjang, kami langsung mengiyakan karena harga bus lain sekitar $ 10-12. Selain murah, kami ga perlu gotong-gotong ransel ke tempat bus, ataupun menyewa tuk-tuk.
Ternyata, bukan bus lah yang menjemput kami
di hotel, melainkan mobil L300. Memang, bus hanya boleh masuk sampai terminal
di ujung kota dan ga boleh masuk ke dalam kota Siam Reap. Karenanya, kami
dijemput terlebih dahulu dengan menggunakan mobil kecil. Kalau naik tuk-tuk ke
terminal ini, kabarnya memakan biaya $6/orang.
Preman dan banci di Bus ke Phnom Penh
Kejutannya bukan hanya itu. Ternyata bus yang kami tumpangi adalah bus umum alias bus yang emang biasa dipakai orang lokal untuk menuju kota. Mirip bus antar kota antar propinsi gitu lah. Busnya sih bagus dengan AC, tapi isi di dalamnya yang ga bagus. Di depan gue persis, duduk ibu dengan anaknya yang muntah di sepanjang perjalanan. Dan ibu itu ga berusaha sama sekali mengobati anaknya, atau paling enggak memberi kantong plastik buat muntahan anaknya. Sang kondektur lah yang berinisiatif memberikan kantong, pasti karena khawatir busnya bakal kotor dan ia mesti lembur buat bersihin muntahan si anak.
Kejutannya bukan hanya itu. Ternyata bus yang kami tumpangi adalah bus umum alias bus yang emang biasa dipakai orang lokal untuk menuju kota. Mirip bus antar kota antar propinsi gitu lah. Busnya sih bagus dengan AC, tapi isi di dalamnya yang ga bagus. Di depan gue persis, duduk ibu dengan anaknya yang muntah di sepanjang perjalanan. Dan ibu itu ga berusaha sama sekali mengobati anaknya, atau paling enggak memberi kantong plastik buat muntahan anaknya. Sang kondektur lah yang berinisiatif memberikan kantong, pasti karena khawatir busnya bakal kotor dan ia mesti lembur buat bersihin muntahan si anak.
Di sebelah kanan depan, ada kakek-kakek
yang dengan setianya menaburkan minyak angin di seluruuh tubuhnya. Baunya itu
loh, menjalar ke seluruh bagian bus. Di dua deret belakang gue, ada bapak-bapak
yang tampangnya sangar banget, yang tidur dengan ngorok dan dengan seenaknya
menaikkan kaki baunya ke atas kursi. Di kursi sebelah, ada banci yang serem
banget dandannya.
Kebayang kan? Eh, bukan cuma itu. Di
sepanjang jalan, si supir menyetel karaoke khas Kamboja yang musiknya mirip
dengan dangdut Pantura. Diselingi dengan lawak berbahasa Khmer yang membuat
semua orang di bus (kecuali gue dkk) tertawa terbahak-bahak.
Karena duduk di pinggir jendela, pake
masker dan pake earphone, gue ga terlalu masalah dengan hal tersebut
sebenarnya. Itung-itung ngeliat kehidupan sebenarnya orang sini. Tapi 3 rekan
perjalanan gue ternyata ga suka dan ngomel-ngomel sepanjang jalan.
Labels: angkor wat, kamboja, phnom penh
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home