BLOG TERBARU SAYA ADA DI WWW.JILBABBACKPACKER.COM

Friday, April 30, 2010

Berkatmu, Kutemukan Terangku (Ketika Bobo Pulang Kampung)





Dear Upik,
Bobo sudah sampai di Belanda, kampung halaman Bobo. Asiiik banget Pik. Di sini Bobo ketemu temen-temen lama Bobo. Semua baik-baik..

Bobo kan dulu pernah cerita sama kamu, Pik. Kalau Bobo ini sebenernya lahir di Belanda. Oleh Gramedia, Bobo dibawa ke Indonesia. Di sini deh Bobo ketemu sama Emak, Bapak, Coreng, Cimut dan  kamu. 



Pik, sekarang kak Bobo lagi ada di Eindhoven. Di Museum Philips. Kamu tahu nggak Pik, kalau ternyata Philips itu perusahaan asli Belanda. Ah, pasti kamu nggak tahu. Yang kamu tahu cuma lampu Philips itu bisa bikin terang rumah kita ya, bikin kamu bisa belajar dengan tenang, bikin Cimut senang karena nggak kegelapan saat malam tiba, bikin Emak girang karena lampunya hemat. Padahal Philips itu sekarang sudah membuat terang seluruh dunia, loh. Kata penduduk Eindhoven, dulu kota ini merupakan kota yang sepi. Tapi berkat adanya Philips, kota ini jadi ramaai sekali.

Oiya, Upik. Sesuai permintaan kamu, kak Bobo udah cari tahu soal Frederik Jacques Philips, orang yang bikin Philips jadi mendunia seperti sekarang ini. Selamat membaca ya..

                                          sumber: dok. philips

“Ik wil de zon voor je maken, mama, Saya ingin memberimu matahari…,“ ucap seorang bocah dengan polosnya. Sang mama yang ada di sampingnya hanya tersenyum. “Dank je, Frederik. Niet alleen Mam, deze wereld is ook aangestoken. Jangan lupa tuk terangi juga dunia...“.

Bocah polos itu adalah Frederik Jacques Philips, anak lelaki satu-satunya dr. Anton Philips, salah seorang pendiri perusahaan lampu Philips. Ia tidak sadar kalau yang diucapkannya tadi, bertahun-tahun kemudian menjadi kenyataan. Philips, perusahaan yang digawanginya, berhasil menerangi seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Sebagai anak satu-satunya dari Anton, Frederik adalah pewaris tunggal perusahaan Philips, yang saat itu baru berkembang. Namun sang ayah tak ingin memberikan begitu saja perusahaan ini pada anaknya. Frederik baru boleh mengelola perusahaan ini setelah ia berhasil menamatkan studinya di universitas teknik terbaik di Belanda, Delft University of Technique. Gerrad Philips, sang paman yang sebenarnya adalah tokoh utama pendiri perusahaan Philips, juga merupakan alumni dari tempat ini.


                                                  http://graphics8.nytimes.com

Penemu lampu memang bukan Frederik, bukan pula Gerrad Philips. Tapi keluarga Philips lah yang telah berhasil memperkenalkan lampu di Indonesia. Di tahun 1895, waktu Philips baru aja didirikan, orang-orang Belanda telah membawa lampu ini ke Indonesia. Tapi, setelah pabrik didirikan di Surabaya, barulah Philips dikenal lebih luas di Indonesia. Sekarang, hampir semua rumah menggunakan lampu ini untuk menerangi rumah mereka. Coba bayangkan, kalau Philips tidak mengenalkan lampu ke negara kita, pasti negara kita masih gelap gulita.

Bukan hanya di Indonesia, di dunia pun lampu Philips sudah mendapat tempat. 65 persen bandara-bandara top dunia , 35 persen mobil menggunakan lampu dari Philips. Katanya lagi, 7 dari 10 stadion yang digunakan pada piala dunia sepakbola 2002 di Jepang/Korea dan 8 dari 12 stadion yang digunakan pada piala dunia sepak bola 2006 di Jerman ternyata juga menggunakan lampu Philips sebagai penerangnya. Lintas balap F1 Night di Singapura juga memakai lampu Philips,loh...

Udah dulu ya Pik, semoga tulisan kakak berguna buat kamu. Salam buat Emak, Bapak, Coreng dan Cimut.

Oiya, kalau malam-malam coba kamu datang ke Museum Fatahillah Jakarta. Lampu yang menerangi bagian depan museum itu semuanya dibuat oleh Philips.

Labels: ,

all about hanoi



Gue n temen2 gue terbiasa membuat persiapan sebelum berangkat. Salah satunya adalah dengan meringkas semua yang prang omongin ttg tempat yang dituju. Nah, ini yang berhasil dikumpulin kc, temen seperjalanan gue. Check this out...
What to see:
- Hoan Kiem Lake
- Ha Long Bay (dari Ha Noi sekitar 5 jam)
- Temple of Literature
- Ho Chi Minh Mausoleum
- One Pillar Pagoda
- Old Quarter
- Water Puppet Show –> Jangan lupa begitu sampai Hanoi langsung booking water papet show (karena ada yang bilang sering full booked). Harga tiket ada yang 60.000 VD, ada yang 40.000 VD–tergantung mo duduk di depan atau belakang. Pertunjukannya berbahasa Vietnam.
- Sentra penjualan sutra
- Museum of Ethnology
- St. Joseph Cathedral
- Hanoi Opera House
- Hau Lu Tam Coc
- Don Xuang Market (tutup jam 5 sore)
What to eat:
- Che Bap (sup santan dengan butiran tapioka dan butiran jagung/pisang).
- Es Teh Lemon Vietnam.
- Sebuah restoran di pinggir danau Hồ Tây (West Lake) untuk menikmati bakwan udang yang disajikan dengan salad dan kacang.
- Highlands Coffee. Nikmati Vietnamese Iced Coffee yang terkenal itu!
- Thuy ta cafe sudur hoan kiem, es krimnya enak.
- Pho Bo/Ga (Mie khas Vietnam yg kyk Pho Hoa itu lho).
- Caka (ikan dipanggang di hot plate, makannya dgn kulit lunak lumpia dikasih
ikan tadi dan sedikit sayuran).
- Sandwichnya org vietnam (banyak di pinggir jalan, rotinya roti prancis)
kyk wedang ronde gitu tapi dalemnya kelapa parut muda
makan es krim di P. trang tien
- Bunta Cafe (view ok, sebelah tourist information,depan Hoa Kim Lake)
- Little Hanoi Restaurant
- Cafe di seberang tourist information untuk sekedar nyobain minum kopi dan coklat (enak banget bo).
- Untuk oleh2 jangan lupa bawa kopi vietnam yang merk Trung Nguyen (no.1 di vietnam, belinya di Don Xuan Market).
- Cha Ca La Vong (14 Cha Ca St., Hanoi), tempat ini ngetop, jadinya mustinya banyak yang tau, menu: Grilled Fish ala Hanoi. Ngegoreng ikan sendiri pake tungku kecil, plus daun dill.
- Resto Bobby Chin (yang ngetop banget itu).
Tips:
- Siapkan tulisan nama tempat dan alamat.
- Tegalah dalam hal menawar, baik waktu belanja maupun naik ojek/taksi.
- Ada shuttle bus dari terminal domestik ke downtown (jaraknya paling
20 menit ), tergantung nginapnya dimana, kalo di bui vien / de tham / pam
ngu lao kalo enggak salah nomor 152.
- Selain Vinasun (kok saya gak nemu ini ya??), taxi lain yang direkomen adalah May Linh.
- Ada puluhan SINH CAFE palsu, sampai-sampai yang asli ganti nama jadi The Sinh Tourist. Kantornya di De Tham street keren, modern minimalist. dia punya jadwal kapan bus berangkat.
- Sedia uang receh.
- Bawa tempat minuman kosong untuk sering2 isi ulang botol atau
beli air mineral di supermarket.
- Bisa beli tiket untuk tur Halong Bay di Hanoi backpacker Hostel, harga budget 40$, lebih mahal dari Sinh. Direkomen harga yang 65$.
- Bawa sambal favorit.
- Pelajari sedikit bahasa Vietnam: Ga=ayam, bo=sapi, lon/heo=babi, com=nasi, cam on (khamen)=terima kasih.
- Belanja selalu nawar, kecuali di butik.
- Vietnam Dong (VND) bisa didapat di money changer di bandara begitu tiba di Hanoi, tapi gak buka 24 jam. Bawalah US dollar pecahan 50/20/10, tiap
toko/resto pasti terima, walau sudah kucel/kumel tetep OK, asal jangan robek2 aja. Kurs hotel lebih bagus dari bank atau travel agent di sana.
- Tarik duit dari ATM bisa juga, kartu ATM BCA saya sukses narik duit
di ATM Vietcombank (ATM ini yg paling umum). Tapi ada limit maksimum, sehari cuma boleh narik VND 2 juta.
- Oleh2 dari Vietnam: bendera Vietnam, saputangan bersulam, ao dai, gantungan kunci cewek ber-ao dai, teh lotus, duck pate, poster repro propaganda komunis, topi kuncup (caping) berlukis, dan lampu kertas/kain gantung.
- Ambil peta dari hotel, biasanya berupa fotokopian – sgt informatif dan
membantu.
- Belanja oleh2/souvenir nawar pake Dong.
- Dari bandara, ada bus umum no 17, setelah pintu keluar belok kanan, nunggu di bawah jalan layang, nanti berhenti di terminal Longbien, sudah dekat dengan Old Quarter. Ongkos kira2 3 ribu rupiah. Kalau taxi bandara kira2 14 USD.
- Waspadai penipuan terhadap turis yang menawarkan paket-paket tour ke Halong Bay & Sapa Mountain secara super agresif. Jangan pernah tergiur dengan harga murah atau terkecoh dengan penampilan meyakinkan serta jangan mudah percaya terhadap orang yang menyapa dan menawarkan jasa apapun.
- Kalo ikut tur Halong Bay, siapkan biaya tambahan untuk membeli minuman karena di sana semua minuman harus bayar usahakan tukar USD di Jakarta, kalo bisa tukernya dalam pecahan 20USD atau 50USD biar kalo kita mau transaksi di sana nggak usah nyodorin uang 100USD, rada ribet kembaliannya.
- Kata-kata sakti buat di Vietnam: “khong” = tidak, “vang” = iya, “bao nhieu tien” = berapa harganya, “an” = makan, “uang” = minum.
- Kalau mau beli minuman kaleng coba di mini market di dekat Danau Hoan Kiem. Harganya jauh lebih murah dibanding beli di hostel.
- Rumah makan khas Vietnam yang menjual nasi biasanya ada tulisan COM alias nasi di depannya.
- Buat yang muslim, hindari menu dengan awalan “thit” alias daging. Daging babi = thit lon, daging doggy = thit cho.

Labels: ,

Thursday, April 29, 2010

(Jadi) Raksasa di Negeri Kurcaci




                                          



Alkisah, di sebuah hutan yang luas hidup keluarga raksasa yang baik hati. Mereka bahagia di sana. Namun suatu hari, sang anak raksasa bernama Toro ingin berjalan-jalan. Ia bosan berada di hutan terus menerus. Ia berjalan ke luar hutan, menyusuri pantai, dan akhirnya sampai di sebuah negeri kecil, negeri kurcaci.

“Wow, hebat!” ujarnya. Ia tak mengira negeri kurcaci yang kecil ini begitu menakjubkan. Gedung-gedung megah berarsitektur indah yang tingginya sama dengan lututnya tampak di sana. Rumah mungil berwarna-warni pun hadir di kota kecil itu, membuat sang raksasa tambah girang. “Lucu…lucu” ucapnya berkali-kali.  

Toro pun meneruskan perjalanannya. Ia melihat gereja Gothic, istana raja, stadion olahrarga, lapangan tenis, dan banyak hal lainnya. Ia juga berjumpa dengan para nelayan yang sedang mengambil ikan, para pekerja di penambangan minyak lepas pantai, para pekerja di pabrik lampu dan para kurcaci yang berjalan di pedestrian. Semuanya serba mungil.

Tiba-tiba ia berhenti. “Hmm…bau apa ini?” tukasnya sambil berjalan ke sumber bau itu. Ternyata, bau sedap itu berasal dari sebuah bangunan kecil berwarna coklat. Di depannya ada sebuah truk pengangkut dengan dua orang pekerja. Toro melongok ke dalamnya, tampak olehnya para pekerja yang sedang membuat makanan berwarna kekuningan. “Goedemiddag, ini keju edam, ” kata kurcaci pekerja. “Makanan khas negara kami.”

Sang raksasa mengambil satu keju, lalu duduk di area terbuka. Keju yang enak itu ia nikmati sambil melihat transportasi di negeri kurcaci. Ia melihat kereta mungil yang bergerak amat cepat, keluar dari stasiunnya, melewati sebuah jembatan yang ternyata bisa diangkat. Ia pun melihat sebuah pesawat yang lepas landas dari bandara.



Di ujung negeri, ia melihat sebuah area yang dikelilingi oleh kanal.  Di kiri-kanan kanal terdapat bangunan indah. Perahu-perahu sibuk menyusuri kanal itu. “Kereen..” gumamnya. Tak jauh dari situ ia melihat sebuah bangunan tinggi kecil di dekat sungai. Di bagian atas bangunan itu terdapat bilah-bilah kayu yang berputar. “Apa ini ya?” tanyanya. “Itu kicir angiiiin…” teriak seorang kurcaci kecil yang ada di kakinya. “Dipakai untuk memompa air ke lauut, soalnya tempat kami ini dulu banjiiir”.

Toro amat takjub. Negeri mungil ini amat lengkap, menakjubkan dan indah. Ia sangat senang dengan perjalanannya hari ini.  Ia berjanji dalam hati, suatu hari nanti ia akan membawa teman-temannya berkunjung ke negeri yang bernama Madurodam ini.

miniatur Belanda
Mungkin salah satu teman yang akan dibawa Toro mengunjungi negeri Madurodam adalah aku. Setelah mendengar cerita perjalanan Toro, aku sangat ingin berkunjung ke sana, sehingga aku bisa menjadi raksasa di negeri kurcaci.

Toro bilang, Madurodam adalah sebuah miniatur Belanda. Letaknya di Schevingen, Den Haag. Kota mini ini sengaja dibuat untuk mengenang George Maduro, tentara muda yang tewas karena penyakit tipus di Kamp Konsentrasi, pada saat perang dunia kedua berlangsung. Banyak yang bilang, kalau tak sempat berkeliling Belanda, cukuplah datang ke tempat ini saja.


Kota ini keciil sekali. Semuanya dibuat dengan ukuran hanya 1/25 bangunan aslinya. Makanya, semua orang yang berkunjung ke sini akan tampak seperti raksasa di tengah-tengah kota, seperti halnya yang terjadi pada Toro. Walaupun kecil, Madurodam dibangun seperti layaknya kota betulan. Bangunan-bangunan dibuat semirip mungkin dengan aslinya. Warnanya, bentuknya dan detail-detail (seperti jendela, pintu) dibuat sangat mirip. Pohon-pohon yang digunakan pun diambil dari pohon asli yang dikecilkan. Untuk menjaga agar pohon tingginya tidak melebih 60 cm, pohon-pohon itu dipangkas dan dirawat secara intensif. Kalau dibiarkan begitu saja, pasti pohon itu akan menjulang melebihi tinggiku!

Seperti yang Toro ceritakan, di Madurodam dapat ditemui bangunan-bangunan terkenal di Belanda. Ada gereja Gothic, Dam Palace dan Dam Square, Basilica St John, Jembatan Erasmus dari Rotterdam, Museum Rijk Amsterdam, dan banyak yang lainnya.  Ada pula pelabuhan, lapangan udara, stasiun. Uniknya, benda-benda di sana, seperti kereta api, mobil dan perahu bisa bergerak-gerak sehingga tampak seperti kota betulan.

Inovasi yang Jadi Contoh negara Lain
Menurut kurcaci di negeri Madurodam, kotanya itu menjadi inspirasi bagi negara lain. Banyak miniatur kota dibuat setelah mereka mengunjungi Madurodam. Ada Italia di Minatura, Window of The World di Shanghai, Tobu World Park di Japan. Konon Taman Mini Indonesia Indah di negeri Indonesia dibuat karena sang penggagas (Ibu Tien Suharto) amat terkesan dengan negeri kurcaci ini.

Oya, kurcaci juga memberi tahu Toro siapa yang telah membangun kota tercintanya ini. Namanya S.J Bouma. Ia membangun kota Madurodam dengan amat baik dan teliti. Itu disebabkan, Delft University of Technology, tempat ia menuntut ilmu desain selama ini selalu menempanya dengan ilmu-ilmu hebat. Universitas teknik ini telah menghasilkan banyak lulusan besar, misalnya saja Jacobus Henricus Van Hoff, seorang ahli kimia yang berkali-kali mendapat nobel. Selain Delft, para calon arsitek dan calon sarjana ilmu teknik dapat juga belajar di  berbagai universitas di Belanda. Di sana terdapat Technische Universiteit Delft, University of Groningen, dan Fontys University of Applied Sciences.

Toro, janji ya. Aku yang diajak ke kota kurcaci. Aku ingin jadi raksasa seperti kamu.Dat moet erg leuk zijn (itu pasti menyenangkan ya..)


PS: gambar-gambar diambil dari http://commons.wikimedia.org/wiki/Category:Madurodam

Labels: ,

Wednesday, April 7, 2010

Berburu Ilmu Ke Negeri Keju

                                          
“Kalau mau jadi arsitek sukses, belajarlah ke Belanda,” petuah Pak Iwan, seorang arsitek lulusan ITB yang sudah lama malang melintang di dunia desain bangunan.  
Kalimat itu diucapkan ketika saya bertemu dengannya di Pengalengan, beberapa bulan setelah daerah tersebut dilanda gempa hebat. Saya saat sedang mewawancarai beliau, sehubungan dengan desain rumah tahan gempa yang sedang dikembangkannya.

“Kalau mau bukti, ayo ikut saya,” katanya lagi.  Ia lalu membawa saya menuju sebuah rumah, yang letaknya masih di derah Pengalengan. Dari pengamatan sekilas, saya tahu kalau rumah itu pastinya milik orang Belanda, atau paling tidak dulunya milik orang Belanda. Benar saja, ternyata rumah itu milik Mr. Boscha, tuan tanah asal Belanda yang namanya diabadikan sebagai observatorium bintang di Lembang.

“Lihat tuh, rumahnya masih tegak, sementara rumah lainnya luluh lantak kena gempa,” katanya lagi. Benar, rumah yang dikelilingi halaman luas itu berdiri dengan gagahnya. Padahal, gempa berkekuatan besar baru saja menimpanya.

“Belanda itu pintar. Mereka nggak sembarangan bangun rumah. Survey dulu kondisi lokal, baru bangun. Lihat ini, mereka sadar di sini rawan gempa. Itu sebabnya, mereka nggak pakai beton. Mereka pakai bambu sebagai struktur utama, baru ditutup dengan plester, " jelas Pak Iwan sambil menunjuk ke sebuah dinding yang plesterannya sedikit terkoyak. Jelas terlihat, ada anyaman bambu di sana.

"Bambu itu gampang ditemuin di sekitar Pengelengan ini, jadi murah. Dan yang penting, sifatnya lendut. Jadi mudah menyesuaikan dengan gerakan tanah, termasuk gempa. Itu yang bikin rumah mereka tahan gempa”

Hmm..benar juga. Mereka memang memerhatikan betul kondisi Indonesia yang rawan gempa. Hebat, sedetail itu mereka memerhatikan sebuah bangunan.

                      Rumah Boscha sumber: Ir. Iwan Darmasetiawan 

Saya jadi teringat bangunan SD saya dulu. Sebuah bangunan besar peninggalan Belanda. Pintunya besar, jendelanya juga besar, plafonnya tinggi. Bagian bawahnya dibuat dari batu kali, sementara bagian atasnya dari batu bata yang tebalnya sama dengan panjang kaki saya waktu SD dulu. Dulu saya pikir, alasan mereka membuat bangunan yang besar begitu karena tubuh mereka juga besar. Baru setelah kuliah, saya tahu alasan yang sebenarnya.

Semua bagian bangunan dirancang untuk menyesuaikan dengan iklim Indonesia yang lembap dan panas. Plafon yang tinggi (sekitar 4 m) berguna agar angin lebih mudah mengalir, sehingga bangunan terasa lebih dingin. Tembok yang tebal bukan karena mereka ingin bangunan yang kokoh, namun tujuannya untuk memperlambat proses masuknya panas matahari ke dalam bangunan. Pantas aja SD saya itu selalu terasa nyaman dan dingin.

Banjir? Belanda Ahlinya
Ngomong-ngomong soal ilmu desain ala Belanda, saya jadi terbayang percakapan saya dengan salah satu petinggi di perusahaan developer yang mengembangkan perumahan elite di Jakarta Utara. Kawasan miliknya ini rawan banjir karena terletak tak jauh dari area pantai. Mereka pun berguru ke negerinya Van De Broer. Di sana, mereka mempelajari sebuah sistem penangkal banjir yang dinamakan polder system.

Dari penjelasan yang dipaparkan si bos, polder system ini merupakan cara menangkal banjir yang menggunakan tanggul. Jadi, sekeliling perumahan dibuat tanggul untuk mencegah air laut masuk ke dalam area. Di tengah-tengah perumahan dibuat sebuah danau besar yang fungsinya menampung air  hujan ataupun air lainnya. Jika air danau ini sudah melampaui batas, maka air akan dipompa ke luar area, dan dibuang ke laut. Cara ini diterapkan sang pengembang, dan menurut mereka, hingga saat ini kawasannya selalu bebas banjir.

Cara ini diterapkan di Amsterdam sejak abad 17 karena ¼ bagian kota kanal ini terletak di bawah permukaan laut.  Di negara ini, ancaman banjir datang secara rutin dari laut melalui gelombang pasang dan ganasnya badai Laut Utara, ataupun dari luapan sungai Ijssel, Maar, dan Rijn akibat mencairnya es di hilir sungai pada akhir musim dingin. Sistem polder dipakai untuk mengeluarkan air dari dataran rendah dan juga menangkal banjir di wilayah delta dan daerah aliran sungai. Nah, katanya, sebelum ditemukan pompa, kincir angin lah yang digunakan untuk memompa air dari satu polder ke polder yang tinggi. Itu sebabnya, banyak banget kincir angin di negeri ini.


                                  sumber: www.wikimedia.org

Hebatnya, di negara ini rencana penanganan banjir sudah ditetapkan pada level nasional, lalu provinsi, dan berkahir di kotapraja. Mereka membuat sebuah Badan Manajemen Air yang berperan khusus dalam perencanaan, manajemen aktivitas yang berkait dengan air. Sebuah sistem menyeluruh, yang patut ditiru.

Konon Herman van Breen (ahli tata kota dari Belanda) ingin menerapkan system ini di Batavia dulu, tapi entah kenapa tidak behasil diwujudkan. Tapi kabarnya, dari koran Kompas yang saya baca entah kapan, pemerintah Jakarta akan menggunakan sistem  ini untuk menanggulangi banjir di Jakarta. Mudah-mudahan saja..

Pak Iwan benar. Belanda memang tempat yang tepat untuk belajar bagaimana menjadi desainer yang baik, desainer yang mengerti betul tentang kotanya, desainer yang tahu bagaimana mesti memperlakukan alam. Di negeri oranye itu terdapat banyak universitas berbahasa Inggris yang mengajarkan ilmu desain, antara lain Technische Universiteit Delft, University of Groningen, dan Fontys University of Applied Sciences.

Yuk, berguru hingga ke negeri keju..... 

Labels: ,

Saturday, April 3, 2010

Merantau ala Imam Syafi'i

Saya baru saja membaca sebuah buku. Judulnya: negeri 5 menara. Sebuah buku yang amat menarik, menurut saya.

Eniwei, saya nggak ingin membicarakan isi buku itu. Resensi soal buku 5 menara sudah bertebaran di berbagai blog dan situs. Saya hanya ingin mengutip salah satu tulisan dari buku itu, yang sampai saat ini membekas banget di hati. Sebuah kutipan yang membuat saya jadi ingin mengepakkan sayap lebih lebar.

Kutipan ini sebenarnya bukan murni karya sang penulis, melainkan sebuah petuah dari Imam Syafii, seorang guru besar yang mahzabnya masih saya ikuti sampai saat ini. Berikut kutipannya.

" Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman.
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang.
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan.
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.

Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan.
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, kan keruh menggenang.
Read more »

Labels: