BLOG TERBARU SAYA ADA DI WWW.JILBABBACKPACKER.COM

Friday, December 27, 2013

Pelesiran Bangkok-Chiang Mai-Chiang Rai (part 3): Saphaipae, Hostel yang Keren Abiss

Saat pertama datang ke Bangkok, di tahun 2007 lalu, saya menginap di daerah Khaosan Road. Sekarang ini, saya berpindah ke area lain. Selain ingin merasakan atmosfer yang berbeda, saya agak malas menginap di Khaosan. Berisik!

Kali ini saya mengajak teman-teman saya menginap di daerah Surasak, tak jauh dari Siam dan tak terlalu jauh pula dari Chao Praya. Selain lokasi, saya tertarik dengan foto-foto yang ada di website mereka. Sepertinya, desain tempat ini menarik sekali.

Ternyata benar. Kalau biasanya, foto lebih bagus dari aslinya, yang ini terbalik. Aslinya lebih bagus dari pada foto yang terpampang di website. Kami menempati kamar dormitori, yang berisi 6 orang. Dormitori ini berada di lantai 2, lantai yang khusus diperuntukkan untuk wanita. Tepat di depan kamar saya ada laundry room, yang dilengkapi dengan setrika. Yess!!

Kamar mandinya pun cukup banyak, jadi saya tak harus antri panjang ketika akan mandi. Dan yang penting, ada hair drayer-nya. Asyik, kan?

Kurangnya hanya satu, tak ada dapur komunal, yang biasa saya temukan di hostel-hostel. Ketika ingin memasak sereal dan mie instan, saya harus meminta air panas di restoran. Walaupun air panas ini gratis, agak repot rasanya.

Saphaipae
35 Surasak Road, Silom
http://www.saphaipae.com/


Labels:

Pelesiran Bangkok-Chiang Mai-Chiang Rai (part 2): Lagi-lagi Bus Malam

Untuk menuju Bangkok, kami menggunakan Tiger Mandala yang kala itu sedang gencar-gencarnya melakukan promosi tiket murah. Awalnya, kami dijadwalkan sampai di Bangkok siang hari, sehingga malamnya kami bisa segera menuju ke Chiang Mai. Namun apa daya, jadwal kami dimundurkan oleh maskapai sehingga akhirnya kami sampai di Bangkok di sore hari.

Awalnya lagi, untuk menuju Chiang Mai, kami akan menggunakan kereta api. Saya belum pernah menggunakan kereta api malam di luar negeri, sehingga saya sangat antusias menggunakan moda ini untuk menuju Chiang Mai. Tiket sudah saya pesan via website resmi kereta Thailand. Saya memesan kereta sleeper train kelas 2 dengan harga sekitar 800 bath.

Tapi lagi-lagi, rencana mesti berubah. Jalur kereta menuju Chiang Mai sedang mengalami perbaikan. Alhasil, kami harus mengubah rencana. Setelah browsing sana-sini, mencari info dari berbagai tempat, diputuskan untuk menggunakan bus malam. Gagal lagi naik kereta. Saya lagi-lagi harus naik bus malam...

Kami sampai di Svarnabhumi airport pada sore hari. Rencananya, kami akan menginap semalam di Bangkok, baru melanjutkan perjalanan ke Chiang Mai keesokan malam. Karena takut kehabisan tiket bus, dari airport kami langsung menuju terminal Mo Chit.

Untuk menuju terminal, kami menggunakan airport train. Sewaktu dulu saya berkunjung ke Bangkok, jalur kereta ini masih dalam tahap pembangunan. Kini, jalurnya sudah beroperasi dan cukup nyaman digunakan.

Airport train ini terbagi menjadi dua: direct express line dan city line. Direct line melayani jalur langsung Makassan-Svarnabhumi, tarifnya 150 bath, dan memakan waktu sekitar 15 menit. Sementara jalur city line adalah jalur biasa, berhenti di beberapa stasiun sebelum berakhir di Paya Thai. Harganya sekitar 15-45 bath, dan makan waktu sampai 28 menit.

Nah, jelas saya memilih naik yang biasa saja. Dari Paya Thai, untuk mencapai Mo Chit, kami menggunakan taksi. Di bawah stasiun Paya Thai sebenarnya ada taksi resmi, berwarna merah muda. Tapi, berhubung kami datang berlima, petugas taksi menyarankan kami untuk menggunakan taksi tak resmi alias taksi non-argo. Alasannya, karena berlima, kami harus menggunakan dua buah taksi berargo. Sementara jika menggunakan taksi tak resmi, kami hanya perlu menggunakan satu taksi saja.

Supir taksi non-argo kami adalah bapak-bapak tua yang plin-plan dan suka marah-marah. Awalnya, dia meminta kami membayar 300bath untuk pergi ke stasiun MoChit. Di tengah jalan, dia menawarkan untuk mengantarkan kami kembali ke Paya Thai, dengan harga 500 bath. Namun dengan syarat, kami hanya boleh berada di stasiun sekitar 5 menit.

Jelas kami menolak tawaran bapak itu. Mana mungkin kami berada di stasiun hanya 5 menit? Ketika kami menolak tawarannya, tiba-tiba dia berubah pikiran: dia bilang dia akan menunggu semau kita. Karena malas mencari taksi lagi, ditambah hujan yang mulai turun membasahi Bangkok, akhirnya kami menerima tawaran si bapak.

Ternyata, kami tidak perlu ke stasiun Mo Chit. Sombat Bus Tour, bus yang akan kami tumpangi, punya terminal sendiri, yang letaknya tak terlalu jauh dari Paya Thai. Terminal ini lumayan bagus, dilengkapi dengan ruang tunggu, kamar mandi yang bersih, kantin, loker, dan musala!

Bus menuju Chiang Mai cukup banyak, dan terdiri dari beberapa jenis, mulai dari kelas ekonomi hingga VIP. Kami mengambil kelas 1, dengan harga 680 bath. Busnya cukup lumayan, double decker dengan kamar mandi di bawah. Dibanding dengan bus di Myanmar, yang dinginnya minta ampun, AC di bus ini lumayan "adem". Ditambah lagi, kami diberikan selimut dan bantal leher. Kekurangannya, menurut saya, jarak ke bangku depan terlalu sempit sehingga kaki saya tidak bisa selonjor dengan sempurna.


Tip:
- Info lengkap mengenai kereta Bangkok-Chiang Mai dapat dilihat di situs favorit saya: seat 61.
- Ada beberapa perusahaan bus yang terpercaya: antara lain NCA, Sombat, dan bus milik pemerintah (saya lupa namanya).  Tiap perusahaan memiliki kelas bus, mulai dari ekonomi hingga VIP. Usahakan untuk membeli tiket kelas yang tidak terlalu bawah, karena menurut Dave (pemilik hostel di Chiang Mai), bus seperti ini kurang aman, apalagi untuk turis.

Pelesiran Bangkok-Chiang Mai-Chiang Rai (part 1): Kembali ke Bangkok

Ini kedua kalinya saya kembali ke Thailand. Kali ini, bersama teman-teman kantor saya. Awalnya saya sempat menolak diajak kembali ke sini. Maklum, kali pertama saya ke Bangkok, saya menghabiskan satu minggu penuh di sana. Sudah puas rasanya.

Namun, godaan dari teman-teman tak bisa saya tapis. Saya akhirnya bersedia "mengantarkan" mereka ke Bangkok. Siapa tahu, ada yang baru di sana, pikir saya.

Dua bulan menjelang keberangkatan, saya berubah pikiran. Saya tak mau menghabiskan waktu 4 hari saya di Bangkok saja. Saya ingin ke kota lain. Pilihan saya jatuh pada kota Chiang Mai, kota kecil di utara Thailand.

Akhirnya, kawan-kawan saya (yang baru pertama kali menginjakkan kaki di Bangkok) "terpaksa" mengikuti saya. Hehehe...egois ya saya?  Sebenarnya saya memberi pilihan kepada mereka: ikut saya ke Chiang Mai, atau jalan sendiri-sendiri, dan baru bertemu saya di Bangkok di hari terakhir. Entah kenapa mereka akhirnya ingin mengikuti jejak saya. Sebagai jalan tengah, agar semuanya merasa gembira, akhirnya saya memutuskan untuk "sedikit mengalah". Saya akan menghabiskan 2 hari di Bangkok, baru kemudian ke Chiang Mai.

Win-win solution. :D

Labels: , ,

Thursday, December 26, 2013

Fenomena Gadget Traveler?

Saya bukan orang yang anti-gadget, bukan juga orang yang anti-kenarsisan. Saya hanya sekedar mengeluarkan uneg-uneg saya, tentang kecanduan gadget di kalangan banyak orang, termasuk para traveler.

Beberapa bulan lalu, saya pergi bersama serombongan orang ke salah satu provinsi di Indonesia. Dari 11 orang yang ada di rombongan, saya hanya kenal satu orang saja. Selebihnya adalah kenalan teman saya itu, yang memang sudah berkali-kali pergi bersama.

Perjalanannya mengasyikkan, pun dengan anggota rombongan. Namun ada satu kebiasaan yang dimiliki hampir semua anggota rombongan, yang tak sepaham dengan pemikiran saya yang (mungkin) kuno: mereka tak bisa lepas dari smartphone!

Ya, mereka semua memiliki handphone terbaru yang cukup canggih, dengan kamera berpixel tinggi, dengan fitur yang menunjang kenarsisan. Ya, kamera dan berbagai aplikasi inilah yang membuat mereka tak pernah lepas dari smartphone mereka. Sampai lokasi wisata, foto, updet status di path.  Foto lagi, kirim ke FB. Foto lagi, kirim ke twitter lengkap dengan lokasinya.

Alhasil, ketika baterai smarthphone mereka mendekati habis, mereka panik. Sibuk mencari tempat yang menyediakan colokan. Kalau colokan tidak ada, dan akhirnya hp benar-benar mati, mereka seperti kehilangan jati diri. Bingung. Dan kelihatan tak lagi menikmati liburan.

Fenomena ini bukan pertama kali saya alami. Saya pernah pergi bersama rekan-rekan kantor saya, yang memiliki kebiasaan yang sama: tak terpisahkan dengan hp kesayangannya.

Saya tidak mau munafik. Saya juga orang yang narsis. Saya selalu berfoto-foto di segala sudut yang indah. Tapi saya membatasi diri. Saya pergi ke suatu tempat bukan hanya untuk memfoto diri saya di sana. Saya ingin menikmati indahnya tempat itu, ingin meresapi segala yang ada di sana.

Saya juga orang yang suka pamer. Saya kerap membagikan foto-foto perjalanan saya, entah di path, twitter, dan berbagai media sosial lain. Tapi saya melakukannya saat makan atau saat kembali ke penginapan. Bukan di tempat wisata, tempat di mana seharusnya saya bebas dari segala hal yang berada di sekeliling saya selama ini.

Saya juga bukan anti-gadget. Saya punya handphone yang lumayan canggih, saya punya tablet yang cukup bagus. Keduanya selalu saya bawa saat berpergian. Tapi saya tidak mau diperbudak oleh dua gadget saya itu, apalagi ketika saya berpelesiran.

Mungkin saya pemikir kuno.

Bagaimana dengan kalian?

Tuesday, December 10, 2013

Blogger Gathering

Walaupun menulis blog, tapi gue nggak pede menyebut diri sebagai blogger. Apalagi bergabung dengan komunitas blogger dan menghadiri acara-acara blogger gathering. Ga pede.

Namun beberapa waktu lalu, gue diundang oleh skyscanner untuk datang ke acara launching mereka, yang bertajuk “ Be InspiredtoInspire“. Karena gue emang sering pake situs ini, sekaligus karena pengen ketemuan temen lama gue yang susah banget ditemui, gue akhirnya gue dateng.

Awalnya gue merasa asing di sini, walaupun gue melihat wajah-wajah yang gue kenal. Ada Dina Dua Ransel, yang udah gue kenal dari lama lewat twitter dan temen gue, tapi sampe sekarang belum juga ketemu. Ada pula temen kuliah gue, yang ternyata blogger travel terkenal. Ada juga selebtwit kenalan gue di Australia. Tapi semuanya udah saling mengenal satu sama lain, gue tetep aja merasa ga nyambung.
Tapi ketegangan itu berakhir setelah gue sok pede ngobrol ama orang lain. Salah satunya Bang Sukma (@sukmadede) yang seru banget bercerita soal petualangannya di papua, soal keinginannya buat menggalakan family travelling, dan banyak obrolan seru lainnya.

Sebenernya di depan ada acara yang menarik. Ada paparan soal kegilaannya Dina dan Ryan @DuaRansel yang jadi nomaden, berkeliling ke 52 negara. Ada juga ceritanya Mas Dodid soal papua. Tapi gue malah lebih tertarik ngobrol bareng blogger-blogger lain, yang ternyata punya cerita yang hebat-hebat.

Ya, ternyata itulah manfaat gathering. Bukan soal acaranya, tapi soal pertemuan dengan yang lainnya. Soal mendapatkan teman, soal mendapatkan cerita-cerita.

Mau lagi doong diundang ke gathering…:D

Saturday, December 7, 2013

Ho(s)tel di Singapura

Salah satu temen nanya tentang hostel yang pernah saya tempati di Singapura. Ketika saya berikan salah satu nama hostel favorit saya (tree in lodge), ia bilang hostel tersebut telah pindah tempat. Penasaran, saya jadi browsing tentang hostel ini, plus mencari hostel alternatif buat teman saya itu.

Singapura termasuk negara dengan jumlah hostel yang cukup banyak. Harganya cukup mahal memang. Satu tempat tidur di dormitori paling murah sekitar 30SGD, kalau dikalikan kurs saat ini (Rp 9.000), maka harganya bisa mencapai 270rb. Di negara lain, sudah bisa tidur di hotel bintang 3.

Nah, ini dia hasil browsing saya soal hostel di Singapura.

1. ABC Backpackers. Ini hostel yang pernah saya tempati di Singapura tahun 2009. Hostel ini dekat dengan Bugis MRT dan kampung Arab, yang berarti dekat dengan makanan halal.

2. The Pod. Desainnya menarik banget, mirip dengan hostel kapsul Jepang. Tiap kapsul dilengkapi dengan tirai dan TV sendiri. Terletak nggak jauh dari Bugis MRT.

3. ABC Premium Hostel. Mirip dengan the pod.

4. Rucksack Inn. Punya beberapa cabang. Hostel ini (cabang Temple Street ) direkomendasikan teman saya karena katanya tidak terlalu jauh dari Clarke Quay.

5. The Beary Good Hostel. Letaknya persis di tengah area Chinatown. Deket banget dengan MRT. Tapi saya sih ga kebayang riwuhnya tempat ini.

6. The Beary Nice Hostel. Masih satu grup dengan Beary Good Hostel. Hostel ini konon menyabet penghargaan 2013 best singapore hostel.

7. Mitra Inn. Letaknya di daerah Little India. Hostel ini terkenal karena cukup murah dan dekat dengan MRT. Ada pula kamar khusus family, yang muat untuk berlima. Tapi sayang kurang suka tinggal di daerah India. Satu grup dengannya adalah Mitraa, dengan harga yang lebih mahal.

8. Footprint Hostel. Banyak banget orang Indonesia yang merekomendasikan hostel ini. Letaknya di daerah little India dengan harga yang cukup murah. Kalau letak, katanya hanya 10-12 menit dari MRT.

9.  5footwayinn. Punya 4 cabang. Agak mahal, tapi desainnya bagus.

10. Five Stones Hostel. Kalau liat gambar di webnya, hotelnya lucu banget. Kamarnya ngepop, desainnya ceria. Lokasinya juga strategis, 5 menit dari MRT.

Note: kebanyakaan hostel di Singapura tidak memiliki jendela. Kalau bermasalah dengan hal ini, cek dulu ke hostel sebelum melakukan reservasi.

Labels: